PENDAHULUAN
Globalisasi saat ini telah melanda dunia. Dunia yang luas sudah menjadi
seolah-olah sempit. Interaksi antar manusia dalam wujud tertentu sudah tidak
dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Interaksi tersebut salah satunya dalam
bentuk komunikasi. Komunikasi melalui media saat ini sudah menjadi suatu
budaya. Media yang biasa digunakan adalah media audio, visual dan audio visual.
Perkembangan interaksi antar manusia melalui media semakin maju seiring
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju . Dimana sains
memberi kontribusi terbesar bagi perkembangan teknologi media. Media audio,
visual dan audio visual menjadi suatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan
manusia saat ini. Semua media tersebut berbasis pada teknologi informasi.
Informasi yang disampaikan melalui media memberi warna baru pada peradaban umat
manusia.
Perkembangan mobilitas komunikasi dan informasi yang kian cepat memerlukan
kesiapan semua pihak untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara lebih
efektif. Hal tersebut diperlukan agar kita tidak hanya dimanfaatkan oleh pihak
lain tetapi dapat memanfaatkan teknologi informasi tersebut untuk kesejahteraan
kita. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi tidak terlepas dari penggunaan
bahasa. Menguasai bahasa menjadi tuntutan pertama jika kita ingin berkomunikasi
dan mendapatkan informasi secara efektif. Bahasa yang saat ini dianggap sebagai
bahasa yang dapat digunakan secara luas dan efektif adalah Bahasa Inggris. Hal
tersebut disebabkan oleh karna penduduk dunia sebagian besar sebagai pengguna
dan mempunyai kepentingan untuk menggunakan Bahasa Inggris. Apalagi jika
dikaitkan dengan globalisasi yang ditandai dengan berkembang pesatnya internet
maka penguasaan Bahasa Inggris adalah merupakan suatu keharusan agar kita dapat
mengakses informasi dan berkomunikasi secara efektif dan efisien. Selain
sebagai bahasa dunia Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, budaya dan lainnya.
Dalam bursa kerja sering kita menemukan suatu lowongan pekerjakan
mempersaratkan penguasaan Bahasa Inggris baik pasif maupun aktif. Sehingga sumber
daya manusia saat ini tidak lengkap jika tidak dibekali oleh penguasaan Bahasa
Inggris. Hal tesebut disebabkan oleh beberapa perusahaan yang bergerak dalam
bidang produksi baik barang maupun jasa sering berinteraksi dengan kepentingan
pihak asing yang notabene menggunakan Bahasa Inggris.
Dari uraian di atas kita dapat memetik suatu isyarat bahwa Bahasa Inggris
hendaknya sudah dikenalkan pada siswa sejak dini. Pengenalan bahasa semenjak
dini dikondisikan sedemikian rupa sehingga ada ketertarikan siswa untuk belajar
mengeksplorasi pengalaman sendiri dalam menggunakan bahasa sebagai media
perantara pesan yang efektif. Ada dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan
siswa dalam mempelajari bahasa, yaitu (1) kondisi eksternal dan (2) kondisi
internal , Santosa (2005). Kondisi eksternal dan internal seharusnya berjalan
secara simultan saling memperkuat keduanya sehingga mencapai hasil penguasaan
bahasa yang utuh.
Pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SD sudah
diperkenalkan sejak adanya ketentuan muatan lokal Mata Pelajaran Bahasa Inggris
boleh dikenalkan di SD.
Pembelajaran menurut Hamalik ( 1995 ), adalah merupakan suatu usaha untuk
mengkondisikan seseorang untuk belajar. Biasanya mengkombinasikan unsur
manusia, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk
pencapaian tujuan. Pembelajaran lebih memfokuskan pada siswa untuk belajar
secara optimal untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas seperti adanya
perbedaan individu siswa yang mempengaruhi terhadap pelayanannya secara
individu juga.
Brownell dan Van Engen ( 1935 ), bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan
suatu proses yang bermakna. Pembelajaran Bahasa Inggris merupakan proses
belajar secara realita yang bermakna, dimana siswa dapat secara langsung
merangkai kata-kata serta menggunakannya untuk berinteraksi. Thorndike ( 1874 -
1949 ), Mengemukakan teori belajar bahwa pada hakekatnya belajar merupakan
proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Menurut hukum ini
belajar lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti
dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas ini bisa timbul sebagai
akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran, sehingga ia bisa merasa puas dari
sukses yang diraihnya dan sebagai akibatnya akan mengantarkan dirinya kejenjang
kesuksesan berikutnya. Stimulus linguistik dapat berupa benda, sifat benda,
jumlah benda, perlakuan yang tepat terhadap benda tersebut dan hubungan interaksi
benda tersebut dengan manusia. Selanjutnya respon yang timbul adalah bunyi
bahasa yang sesuai dengan stimulus yang diberikan.
Dalam Buku Belajar dan Pembelajaran 2 Suciati ( 2005:2.2 ), menuliskan pendapat
Piaget secara umum perkembangan intelektual anak melalui empat tahapan yaitu
sensori motorik ( umur 0 – 2 tahun ), pra operasional ( Umur 2 – 7 tahun ),
operasional konkret ( umur 7 – 11 tahun ), dan operasi formal ( umur 11 tahun
keatas ). Anak mengenal lingkungan melalui inderanya pada tahap sensori
motorik, anak mulai menggunakan bahasa simbol pada tahap pra operasional, anak
mampu mengembangkan pikirannya, berpikir logis terhadap respon lingkungannya
dan mulai berpikir konkret pada tahap mengenal operasi konkret, sedangkan pada
tahap operasi formal anak sudah bisa berpikir abstrak serta mampu menganalisa
permasalahan yang dihadapinya.
Hal ini sangat penting dipahami oleh seorang pendidik guna dapat memberikan
bimbingan belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, lingkungan
sesuai sehingga pola berpikir anak dapat berkembang secara wajar pada tingkat
umurnya. Strategi pengelolaan kelas dalam pembelajaran yang menggunakan
pendekatan pakem membuat siswa aktif, kreatif serta menyenangkan dapat menambah
semangat siswa untuk lebih giat belajar, apalagi guru yang pemegang kendali
dalam pembelajaran itu memiliki kharisma seorang guru yang profesional, yang
selalu mengedepankan tugas, bertanggung jawab, mampu berinovasi, memiliki
dedikasi yang tinggi dalam mencerdaskan anak bangsa.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD.
Pembelajaran Bahasa Inggris pada jenjang pendidikan SD identik dengan mengajari
seorang bayi bahasa ibu. Dimana secara umum anak-anak kita di sekolah dasar
belum mengenal Bahasa Inggris . Sehingga hal itu akan berdampak pada pola
pengajaran Bahasa Inggris pada tingkat SD yang lebih bersifat pengenalan.
Sehingga diusahakan sedapat mungkin agar tercapai apa yang disebut “kesan
pertama sangat mengesankan’ yang selanjutnya sebagai motivasi bagi mereka untuk
mengeksplorasi khasanah berbahasa inggris pada tataran lebih lanjut. Maka dari
itu diperlukan kiat-kiat khusus berupa penerapan metode-metode pembelajaran
yang inovatif.
Awalnya pembelajaran Bahasa Inggris di negara asalnya sendiri yaitu Inggris dan
beberapa negara pengguna Bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya seperti
Australia, New Zaeland, Kanada dan Amerika Serikat mengajarkan bahasa secara
terpisah-pisah. Sejak sekitar tahun 1980-an mulai menerapkan pendekatan whole
language pada pembelajaran bahasa ( Routman, 1991). Whole language adalah
pendekatan pengajaran bahasa secara utuh tidak terpisah-pisah (Edelsky, 1991 ;
Froese, 1990; Goodman, 1986; Weaver , 1992) . Pendekatan whole language
didasari oleh paham kontruktifisme yang menyatakan bahwa anak dapat
mengkonstruksikan sendiri strutur kognitifnya berdasarkan pengalaman yang
didapatkannya melalui peran aktif dalam belajar secara utuh (whole) dan
(integrated) terpadu. (Robert, 1996).
Komponen whole language adalah (1) Reading alloud, yaitu kegiatan membaca yang
dilakukan guru kepada siswanya. (2) Jurnal writing yaitu suatu kegiatan menulis
jurnal yang memberikan siswa mencurahkan perasaannya tentang kegiatan belajar
dan hal ikwal yang ada hubungannya dengan pembelajaran serta sekolah dalam
bentuk tulisan.
(3) Sustained silent reading, yaitu kegiatan membaca dalam hati. (4) Guided
reading, yaitu kegiatan membaca terbimbing, (5) Guded Writing, yaitu kegiatan
pembelajaran menulis terbimbing, (6) Independen reading, yaitu kegiatan membaca
bebas sesuai bacaan yang siswa gemari. (7) Independent writing yaitu kegiatan
menulis bebas sehingga siswa dapat berfikir kritis dalam menganalisa obyek atau
hal yang ia tulis.
Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasiskan whole language adalah merupakan
kelas yang kaya akan barang cetak, seperti buku, majalah, koran, dan buku
petunjuk. Di samping itu kelas whole language dilengkapi dengan sudut-sudut
yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan secara mandiri. Strategi penilaian
yang guru dapat lakukan dalam hal ini adalah melalui penilaian proses dan
fortofolio.
Sementara menurut David Nunan (1989) dalam Solchan T.W., dkk (2001:66)
pembelajaran bahasa hendak dibelajarkan menggunakan pendekatan komunikatif.
Dimana pendekatan komunikatif berdasarkan teori bahasa adalah suatu sistem
untuk mengekspresikan suatu makna, yang menekankan fasa dimensi semantik dan
komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karna itu yang perlu
ditonjolkan adalah interaksi dan komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang
bahasa.
Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori pemerolehan bahasa
ke dua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar lebih efektif
apabila bahasa diajarkan secara alamiah sehingga proses belajar bahasa lebih
efektif dilakukan melalui komunikasi langsung dalam bahasa yang dipelajari.
Kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa berkaitan dengan kebutuhan
berkomunikasi maka tujuan umum pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan
siswa untuk berkomunikasi. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan
komunikatif siswa dihadapkan pada situasi komunikasi nyata , seperti tukar
menukar informasi, negoisasi makna atau kegiatan lain yang sifatnya riil.
Dalam pendekatan komunikatif peran guru hanya bersifat memfasilitasi proses
komunikasi , partisipan tugas dan teks, menganalisa kebutuhan, konselor dan
manajer pembelajaran. Sementara siswa berposisi pada pemberi dan penerima,
negosiator, dan interaktor sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk-bentuk
bahasa, tetapi bentuk dan maknanya dalam kaitannya dengan konteks pemakaian.
Materi yang disajikan dalam peranan sebagai pendukung usaha meningkatkan
kemahiran berbahasa dalam tindak komunikasi nyata.
Menurut pendekatan komunikatif metode yang tepat diterapkan adalah metode
komunikatif itu sendiri dengan uraian teknik seperti yang diuaraikan dalam
Santosa, dkk yang dipetik dari Tarigan yang disarikan dari Solchan, dkk. (2001)
berikut ini, (1) teknik pelajaran menyimak, (2) teknik pembelajaran berbicara,
(3) teknik pembelajaran membaca, (4) teknik pembelajaran menulis. Sementara
teknik evaluasi untuk pendekatan ini adalah tes diskrit yaitu tes yang bersifat
terpisah antar aspek kebahasaan, tes integratif yaitu tes yang memadukan semua
aspek kebahasaan pada suatu tes evaluasi yang bersifat tercampur. Yang terakhir
adalah tes pragmatik yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan elemen-elemen
kebahasaan dalam konteks situasional tertentu sebagai tolak ukurnya. Beberapa
jenis tes pragmatis adalah, dikte, berbicara, parafrase, menjawab pertanyaan,
dan teknik rumpang.
Pendekatan yang lain yang sering dianjurkan untuk diterapkan adalah pendekatan
ketrampilan proses. Dimana pendekatan ketrampilan proses diidentifikasi sebagai
pendekatan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat
secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Kalau dibandingkan
dengan pendekatan whole language dan pendekatan komunikatif maka pendekatan
ketrampilan proses adalah dijiwai oleh dua pendekatan tersebut. Demikian halnya
dengan pendekatan CBSA yang pernah populer di era tahun 1980-an juga merupakan
cerminan dari dua pendekatan sebelumnya. Sampai kepada pendekatan pakem dan
yang terakhir adalah pendekatan quantum teaching, seperti yang akan dibahas
pada bagian berikut dari bab kajian pustaka in.
RUANG LINGKUP PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SD
Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Inggris di SD utamanya di kelas IV dimana
penulis akan melakukan kajian adalah dapat dibedakan berdasarkan aspek yang
seperti diuraikan di atas. Aspek aspek tersebut dianalisa untuk dibelajarkan
menggunakan tema-tema sederhana yang memiliki tindak tutur yang berterima
seukuran siswa kelas IV SD sebagai individu pemula mengenal Bahasa Inggris.
Diantara tema tersebut adalah (1) alphabets and greeting, (2) family, (3),
things in the classroom, (4) job , (5) part of body dan sebagainya, Pedoman
Pembuatan Silabus KKG Bahasa Inggris (2007)
Tema-tema tersebut dibelajarkan ditinjau dari sudut aspek kebahasaan yaitu,
listening, reading, speaking dan writing.
Aspek-aspek kebahasaan tersebut dikemas sedemikian rupa untuk dibelajarkan
dalam suatu tema. Karna masih dalam taraf pengenalan maka pendalaman materi
hanya dapat berkisar pada tema-tema sederhana yang memungkinkan dalam jangkauan
panca indra siswa dan imajinasi sederhana siswa. Hal tersebut menyesuaikan dengan
tataran kognitif anak SD menurut Piaget adalah pada tataran operasional
konkrit. Demikian juga mempertimbangkan suasana lingkungan belajar siswa.
Jangan sampai materi yang diberikan secara fakta tidak pernah berinteraksi dan
di luar imajinasi siswa. Sehingga harapan kebermaknaan belajar sangat jauh dari
harapan.
Bahasa Inggris sama halnya dengan Bahas Indonesia adalah merupakan alat
komunikasi yang mengandung beberapa sifat yaitu sistemik , manasuka, ujar,
manusiawi, dan komunikatif . Disebut sistemik karna bahasa merupakan sebuh
sistem yang terdiri dari sistem bunyi dan sistem makna. Manasuka karna antara
makna dan bunyi tidak ada hubungan logis. Disebut ujaran karna dalam bahasa
yang terpenting adalah bunyi, karna walaupun ada yang ditemukan dalam media
tulisan tapi pada akhirnya dibaca dan menimbulkan bunyi. Disebut manusiawi
karna bahasa ada jika manusia masih ada dan memerlukannya, Santosa (2005).
Sehingga pembelajaran bahasa khususnya Bahasa Inggris harus dikembalikan
sebagai pembelajaran bahasa yang manusiawi. Kita mungkin masih ingat bagaimana
orang tua kita mengajarkan bahasa pada adik kita, demikaian juga halnya saat
kita belajar bahasa, tak terkecuali belajar Bahasa Inggris. Tanpa metode apapun
mereka mengajarkan bahasa tetapi kita akhirnya dapat berbahasa. Namun ketika
menginjak usia sekolah dan mendapat pelajaran bahasa , keadaan menjadi
terbalik. Bahasa yang semula merupakan hal yang mudah dan mengasikkan berubah
menjadi pelajaran yang sulit, (Goodman, 1986 dalam Santosa, 2005). Pembelajaran
bahasa konvensional sering memisahkan aspek-aspek kebahasaan yang diajarkan
secara terpisah-pisah. Walaupun saat ini sudah ada metode pembelajaran terpadu
tetapi kadang-kadang kita lebih senang mengkotak-kotakkannya karna kepentingan
guru secara birokratik harus memenuhi standar penilaian tiap aspek kebahasaan.
Walaupun sering kita dengar pendekatan integratif dan whole language, tetapi
masih saja kita terkungkung oleh pandangan bahwa bahasa itu terdiri dari aspek
mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Menurut Routman (1991) dan Froese (1991) ada delapan komponen whole language
yaitu reading aloud, journal writing, sustained silent reading dan independent
writing. Semua komponen tersebut berbasiskan siswa. Namun sesuai dengan
pengertian whole language kedelapan komponen tersebut dibelajarkan secara utuh.
Dalam pengenalan Bahasa Inggris untuk siswa pengguna bahasa ibu Bahasa
Indonesia, kita hendaknya menganggap siswa tersebut seorang bayi yang baru akan
belajar bahasa. Kita tidak bisa memulai pengenalan belajar bahasa dengan cara
menghapalkan kata dan arti, mengenalkan tensis, dan yang lainnya seperti kita
belajar sewaktu di bangku SMA. Banyak sekali buku –buku pelajaran Bahasa
Inggris untuk SD yang ditulis dengan gaya seperti itu. Pola pembelajaran Bahasa
Inggris dengan tingkat pengenalan sedapat mungkin diciptakan suasana bahwa di
ruangan itu adalah ruangan yang segala bentuk tampilan berbahasa menggunakan
Bahasa Inggris.
METODE KOLABORATIF
Pembelajaran dengan menggunakan metode kolaboratif adalah suatu cara
membelajarkan Bahasa Inggris yang menggabungkan berbagai pendekatan dan metode
secara terkolaborasi dan spontanitas sesuai suasana belajar. Artinya ada
kalanya metode tertentu tidak muncul ke permukaan tetapi di suasana lain metode
tersebut muncul dan dominan. Dasar pemilihan metode menggunakan suasana kelas,
tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan selera siswa. Acuan mengajar adalah
pengalaman belajar yang menyenangkan, terstruktur dan bertanggung jawab. Posisi
guru adalah teman mereka yang bertindak sebagai pemandu kegiatan. Dan bila
perlu dan mungkin siswa yang bertindak sebagai pemandu dan posisi kita adalah
teman bermain mereka. Mereka tak sadar sesungguhnya mereka sedang belajar
Bahasa Inggris.
Kegiatan yang bersifat kompleks tersebut akan memberi kesempatan pada banyak
siswa untuk menunjukkan bakatnya dalam bidang tertentu. Kelas terdiri dari
banyak individu yang memiliki perbedaan, dimana oleh Semiawan (1997)
menganjurkan untuk dapat memperhatikan perbedaan tersebut sebagai suatu kekuatan
bukan suatu defisit. Hal tersebut sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan
moderen yang berkerangka fikir “dengan harapan tiada terbatasnya keberbakatan
tiap anak “ limitless expentacy of giftedness of each person” Clark (1983).
Modal IQ boleh jadi menjadi pijakan utama dalam membangun struktur konsep
siswa, akan tetapi Semiawan berpendapat bahwa sebagian peserta didik mempunyai
kesempatan untuk berkembang asalkan mendapat layanan yang sesuai dengan potensi
dan bakat sesuai pandangan multiple intelegence . Pandangan multiple
intelegence (kecerdasan berganda) oleh Howard Gardner akan mudah diaplikasikan
melalui metode multimetode (metode variatif). Dimana secara kontekstual tepat
diterapkan dalam pembelajaran pengenalan Bahasa Inggris di kelas IV SD.
Dengan pola seperti itu segala benda disekitar kita adalah media dan sumber
belajar, bukan hanya buku dan sebatas papan tulis. Dimana menurut delapan
prinsip Quantum Teaching (Caine & Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya
berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3) Pengalaman sebelum memberikan nama, (4)
Akui setiap usaha, (5) Jika layak dipelajari maka layak di rayakan, (6)
Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan maupun prosedur dimana guru dan siswa
membangun konsensus bersama tentang aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah
yang jelas, (8) Implementasi kegiatan mendapatkan dukungan. Sehingga ruang
kelas bukan lagi tempat satu-satunya untuk belajar. Lapangan, aula, kebun dan
sebagainya adalah tempat, sumber dan media belajar. Hambatan yang paling terasa
adalah suasana kadang di luar kendali kita, sehingga kamus metode di benak guru
harus segera dibuka untuk menemukan metode yang lainnya agar suasana terkendali
kembali. Dalam suasana seperti itu tidak ada yang disebut hukuman, yang ada
adalah hadiah bagi yang dapat mennyelesaikan permasalahan, sementara yang tidak
dapat menyelesaikan tugas hanya dinasehati, sehingga suasana riang tidak akan
berkurang.
Gambaran di atas menunjukkan kebebasan siswa yang demikian luas bukan lagi
disebut sebagai penghambat, akan tetapi sebagai hal untuk memicu agar motivasi
siswa meningkat. Semakin senang siswa dalam konteks suasana belajar Bahasa
Inggris maka secara tidak sadar mereka sudah mengenal beberapa kosa kata baik
kata benda, kata kerja, kata sifat, kata tanya, penyebutan angka dan
sebagainya. Bahkan untuk siswa yang berbakat dalam bahasa sudah dapat
mengucapkan kalimat sederhana.
Secara realita pelaksanaan metode kolaboratif dengan media interaktif ini akan
dijekaskan pada bab prosedur pelaksanaan program dan fisiknya pada bagian
lampiran. Secara garis besar rencana penulis dalam mengaplikasi metode tersebut
adalah dengan skenario umum yang secara berkala membentuk klub bermain bagi
siswa kelas IV disebut ‘Chit Chat Club I” , untuk kelas V disebut ‘Chit Chat
Club II, dan Chit Chat Club II. Chit Chat Club adalah suatu perkumpulan belajar
mengucapkan kata kata. Dimana secara distributif program hariannya adalah
terintegrasi dari ketrampilan melafalkan kata-kata, menghitung angka,
menunjukkan benda, arah, sifat benda, membandingkan benda, bercakap cakap,
menyanyi, mengucapkan yel, bermain dan bercerita. Semua kegiatan tersebut
disesuaikan dengan tema pembelajaran yang diambil dan selera siswa tanpa
mengurangi tujuan yang akan dicapai.
Secara program penulis akan merancang rencana program pembelajaran (RPP) yang
mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada muatan Standar Isi
Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Inggris kelas IV. Yang diambil dari Standar
Kompetensi yaitu memahami instruksi sangat sederhana dan informasi sangat
sederhana dalam konteks kelas. Kompetensi dasarnya adalah bercakap-cakap untuk
meminta memberi jasa atau barang secara berterima yang melibatkan tindak tutur
, meminta bantuan dan memberi bantuan. Sedangkan indikator yang penulis
targetkan adalah (1) meminta bantuan untuk menjelaskan benda benda yang ada di
kelas maupun di sekolah, (2) bertanya jawab tentang benda di kelas maupun di
sekolah (3) membaca bacaan yang betema tentang ‘The Think Arround Us’ dan (4)
menulis nama-nama benda yang ada di kelas atau di sekolah.
MEDIA INTERAKTIF
Media dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi sangat penting sebab
tanpa media bagaimana siswa dapat memaknai suatu benda dengan sebutan tertentu
dalam Bahasa Inggris. Benda tertentu adalah sebuah fakta yang selanjutnya
secara simbolis disepakati disebut dengan ragam bunyi yang dirangkai menjadi
kata. Selanjutnya setiap melihat benda tersebut siswa akan ingat denga kata
tertentu dalam Bahasa Inggris.
Media interaktif merupakan sebuah objek benda yang dapat otak atik oleh siswa
berdasarkan unsur kebahasaan. Media tersebut akan disebutkan dengan kata,
ditulis menjadi sebuah rangkaian kalimat yang dapat diucapkan dan didengar oleh
yang lain. Dari sebuah benda dapat dibuat suasana interaktif yang melibatkan
seluruh panca indra siswa. Secara emosi siswa terlibat sepenuhnya ke dalam
proses pembelajaran. Keterlibatan emosi adalah hal yang sangat penting karna
penelitian menunjukkan bahwa belajar tanpa keterlibatan emosi akan mengurangi
kegiatan saraf otak dalam ‘merekatkan’ pelajaran dalam ingatan, (Goleman, 1995;
1993 LeDoux, 1993, dan MacLean, 1990).
Media interaktif sangat relevan dengan delapan prinsip Quantum Teaching (Caine
& Caine, 1997) yaitu (1) Segalanya berbicara, (2) segalanya bertujuan, (3)
Pengalaman sebelum memberikan nama, (4) Akui setiap usaha, (5) Jika layak
dipelajari maka layak di rayakan, (6) Melibatkan seperangkat aturan, kebijakan
maupun prosedur dimana guru dan siswa membangun konsensus bersama tentang
aturan main di kelas, (7) Aturan sekolah yang jelas, (8) Implementasi kegiatan
mendapatkan dukungan.
Sumber media interaktif dalam konteks pembelajaran Bahasa Inggris sangat mudah
untuk diperoleh dan tidak memerlukan biaya yang mahal. Media lingkungan belajar
siswa dapat digunakan sebagai media interaktif karna di SD Bahasa Inggris masih
bersifat pengenalan.
Media interaktif dapat berupa alat peraga yang dapat divariasikan sesuai dengan
fungsi dan tingkat kesensitipan indera siswa. Sebagai mana diketahui bahwa cara
belajar siswa ada yang cepat belajar menggunakan visual saja, ada yang cepat
dengan melihat, mencium, meraba, atau dengan memberikan keempat melakukan
kegiatan Rangsangan – rangsangan proses dari luar yang diterima siswa sebagai
bagian dari proses belajar bahasa memerlukan efektifitas kerja penginderaan
seperti penglihatan, pendengaran dan perabaan. Efektifitas dan efesiensi kerja
indera tersebut sangat terbantu melalui peranan dan penggunaan berbagai
peragaan dan alat peraga. Berdasarkan variasi tersebut Winataputra (1997),
berpendapat, alat peraga pembelajaran dapat dikelompokan sebagai berikut yaitu
(1) alat peraga yang dapat dilihat. Alat peraga ini adalah paling peka
peningkatan perhatian dan minat anak dalam pembelajaran. Yang termasuk kelompok
ini seperti gambar – gambar, grafik, diagram, papan bulletin, slide, ukiran,
peta, film, (2) alat peraga yang dapat didengar. Pada umumnya alat bantu ini
mendominasi kelas. Oleh karena itu guru harus mampu menarik perhatian siswa,
guru mampu memvariasikan suara sendiri, dari yang tinggi, rendah, sedih,
gembira, bersemangat, keras dan lembut. Selain menggunakan suaranya sendiri
dapat pula divariasikan dengan alat bantu seperti rekaman suara binatang,
pidato, tokoh – tokoh terkemuka, puisi, drama dan suara alam, (3) alat peraga
yang dapat diraba dan dimanipulasi. Yang tergolong dalam kelompok ini seperti
biji – bijian, model, binatang, tumbuhan, alat – alat laboratorium. Kesempatan
memanipulasi alat bantu pembelajaran memberikan makna yang sangat berarti bagi
pemahaman materi pelajaran secara mendalam.
Semua alat peraga ini dapat dipilih atau divariasikan sesuai dengan fungsi dan
tujuan pembelajaran asalkan penggunaannya memperhatikan situasi dan kemampuan
guru agar pembelajaran menjadi lebih efektif dan efesien. Media pembelajaaran
yang interaktif akan membuat suasana belajar yang kondusif bagi tumbuhnya
struktur kognitif baru yang mengadopsi berbagai informasi baru yang diadaptasi.
SUASANA BELAJAR
Belajar dengan metode kolaboratif dengan media interaktif membawa suasana
menggairahkan, dimana suasana kelas maupun lingkunan belajar penuh dengan
keakraban, kehangatan, santai, penuh humor, tetapi tetap bertanggungjawab,
terfokus serta adanya komunikasi positif. Suasana seperti ini akan mempengaruhi
emosi setiap individu siswa. Pembelajaran akan dirasakan sebagai pengalaman
yang menyenangkan dan penuh kesan. Pada kondisi sperti ini kita dapat
mempertahankan minat siswa untuk belajar lebih lama, memotivasi mereka secara
terus menerus dan membuat proses belajar terjadi secara alamiah.
Selama ini banyak sekali metode yang mengetengahkan bagaimana caranya mencampur
berbagai metode agar pembelajaran lebih bermakna dan kontekstual. Belajar
menurut Amstrong, (1994) adalah dengan belajar mengedepankan kebermakanaan dan
kontekstual memungkinkan siswa untuk mengembangkan keberbakatananya. Dimana
menurut Gardner, (1983) sebetulnya terdapat 8 jenis kecedasan yaitu, (1) logika
matematika, (2) linguistik, ilmu bahasa musik, (3) jarak, (4) kinestetik (5)
interpersonal, (6) intrapersonal, (7) alamiah (8) emosi. Dengan pengalaman
belajar yang komplek dari metode kolaboratif dengan media interaktif
memungkinkan pengembangan kecerdasan lain selain kebahasaan sehingga terjadi
dampak pengiring. Dampak pengiring tersebut akan sangat terasa disaat siswa
belajar mata pelajaran yang lain. Siswa akan tampak lebih segar dan bersemangat
penuh dengan motivasi belajar yang tinggi. Hal tersebut disebabkan karna
penulis sebagai guru kelas tetap mengajar mata pelajaran yang lain di kelas
tersebut merasakan siswa tidak lagi takut bertanya kepada kita. Mereka sudah
merasa dekat melalui pembelajaran menggunakan metode kolaboratif dengan media
interaktif.
Suasana belajar melalui metode kolaboratif dengan media interaktif jika dilihat
dari segi teoritis pendidikan sangat layak untuk dikembangkan. Pelaksanaannya
yang mudah murah dan meriah. Mungkin hambatan yang penulis prediksi adalah
suasana belajar yang terkadang di luar kendali kita, masih enggannya kita dekat
dengan siswa, karna kita jadi guru masih punya pola pikir ingin ditakuti dan
kita takut terlalu berinovasi sehingga ada pihak lain yang cendrung apatis.
Apalagi sikap seperti itu ditunjukkan oleh kepala sekolah maka semangat kita
untuk berinovasi jadi lemah. Permasalahan yang lain yang lebih penting adalah
kesiapan administrasi yang menunjang kegiatan tersebut. Pada bab selanjutnya
akan dijelaskan rencana penulis mengaplikasikan idialisme tersebut kedalam
bentuk perangkat pembelajaran yang sudah barang tentu disesuaikan dengan
tuntutan birokratis.
EVALUASI
Setiap kegiatan pembelajaran memerlukan kegiatan evaluasi untuk mengukur sejauh
mana efektifitas pembelajaran telah dapat diselenggarakan. Tentunya hal
tersebut memerlukan acuan penilaian yang dijadikan tuntunan pemberian skor
secara kuantitatif sebelum disimpulkan secara evaluatif. Dalam skenario
pembelajaran acuan umum yang dipakai adalah indikator yang dijabarkan dalam
bentuk tujuan pembelajaran.
Begitu pentingnya kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga setiap kegiatan
pembelajaran mempersaratkan keberadaan perangkat evaluasi. Rusyan (1993:211),
dalam buku Proses Belajar Mengajar Yang Efektif menyatakan evaluasi dalam suatu
proses belajar mengajar merupakan komponen yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari keseluruhan proses. Kepentingan evaluasi tidak hanya mempunyai
makna bagi proses belajar peserta didik, tetapi juga memberikan umpan balik
terhadap program secara keseluruhan. Inti dari evaluasi adalah pengadaaan
informasi bagi pihak pengelola proses belajar mengajar untuk membuat macam –
macam keputusan dengan menggunakan informasi yang diperolehnya melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan instumen tes maupun non tes.
Sedangkan penilaian adalah usaha mengumpulkan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang hasil belajar yang telah dicapai oleh
siswa. Bentuk evaluasi itu ada berbentuk tes dan non tes. Kedua bentuk itu
dapat digunakan salah satu atau kedua – duanya tergantung tujuan dari penilaian
pembelajaran.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris evaluasi dapat diselenggarakan untuk
mengetahui sejauh mana indikator ketrampilan berbahasa sudah dapat dikuasai
oleh siswa. Evaluasi yang paling relevan adalah menggunakan lembar tes
perfomance yang akan mengukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap aspek
kebahasaan yaitu, mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis. Tampilan tes
perfomance tersebut dapat berupa diskrit, yang menampilkan bagian demi bagian
aspek kebahasaan tersebut. Dapat juga berupa tes integratif dan fragmatik.
Yang terpenting dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran tercapai sesuai dengan
indikator yang ditargetkan dengan menggunakan alat ukur berupa evaluasi yang
relevan. Tentunya dengan mempertimbangkan prosedur pembuatan alat ukur evaluasi
tersebut.
Sumber : http://baliteacher.blogspot.com/2010/02/metode-pembelajaran-bahasa-inggris-sd.html